Selasa, Maret 03, 2009

Ketika yang ‘belok’ coba di’luruskan’

Motto di atas adalah motto dari sebuah program Reality Show di sebuah stasiun televisi swasta di Jakarta yang diberi judul Be A Man. Dari judulnya sudah dapat ditebak bahwa tujuan dari program acara tersebut adalah membuat seseorang menjadi seorang laki-laki sejati. Reality show yg ceritanya ngumpulin 18 orang waria dari berbagai daerah dan profesi, mereka akan dilatih seperti laki-laki sejati, yaitu tempaan ala militer. Setelah mereka melewati masa pelatihan ini, akan dapat dilihat perbedaannya dan siapa yang terakhir bertahan, dia lah yg akan jadi pemenang.
Setelah mencapai kesusksesan pada edisi perdana acara reality show ini, pihak manajemen televisi akan segera kembali menghadirkan acara tersebut dengan label Be A Man Angkatan II. Tujuan masih sama mungkin hanya cara penyajiannya agak berbeda, seperti umumnya program reality show lain yang sampe ada edisi ke-5. Secara keseluruhan acara, Be A Man menurut saya pribadi bagus, menghibur dan mempunyai nilai tersendiri selain sebagai media hiburan. Dalam acara ini jelas-jelas menghendaki peserta yang semuanya banci ( tanpa kaleng..) untuk menjadi laki-laki sejati di akhir acara. Meskipun keberhasilan program ini juga tidak 100%, tetapi setidak-tidaknya telah mengurangi angka ‘kebancian’ di lingkungan kita.
Dilihat dari peserta acara, track record mereka sebagai ‘manusia’ awalnya memang normal-normal saja alias laki-laki, tetapi seiring dengan pertumbuhan badan dan kejiwaan yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dimana peserta tinggal, menjadikan mereka seperti sekarang ini. Secara jujur mereka mengakui bahwa mereka sebenarnya juga tidak menghendaki menjadi banci dan ingin kembali seperti semula tapi tentu dengan keinginan kuat ingin berubah.
Diluar acara tersebut, kita sebenarnya juga bisa membantu laskar banci ini kembali ke jalan yang benar. Dengan tidak mendekreditkan mereka seolah-olah mereka datang dari planet lain, kita dapat mengajak mereka bekerja sama dalam kegiatan sehari-hari, baik di sektor keduniaan maupun sektor religi. Banyak sektor ekonomi yang dapat digeluti oleh laskar banci ini, misalnya tenaga pengajar, pedagang dll. Jadi jangan kita biarkan mereka hanya sebagai pengamen jalanan, waria penjaja seks pinggir jalan/rel kereta.
Dari sektor religi, sudah selayaknya kita juga memberikan pemahaman kepada laskar banci bahwa sifat banci itu merupakan suatu kelainan jiwa. Oleh karenanya perlu diluruskan dengan peningkatan pemahaman agama, dan saya rasa semua agama tidak menganjurkan adanya banci, karena memang Tuhan menciptakan manusia hanya dalam bentuk laki-laki dan perempuan. Kita semua bisa membantu, tidak hanya seorang pemuka agama, lerlebih sebagai seorang muslim, karena sudah menjadi kewajiban kita untuk menyampaikan ilmu walau satu ayat.
Jadi, mari kita ‘berantas’ pertumbuhan banci di sekitar kita, jangan sampai karena populasi banci meningkat, mereka menuntut macem-macem, seperti pengakuan jenis kelamin di KTP, legalitas perkawinan sampai-sampai mendirikan Parpol Banci Indonesia ( walupun mungkin ada juga yah parpol yang sudah ‘banci’..).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar